BUDAYA
KEJAWEN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(ANTARA
KEPENTINGAN DAN TUNTUTAN INTEGRITAS)
Indonesia dengan keadaan sosial
culturalnya menyebabkan Indonesia menjadi negara multi budaya, salah satunya
budaya Jawa, tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi
tradisi dan budaya nasional di Indonesia. Nama-nama jawa juga sangat akrab di
telinga khalayak umum, begitu juga istilah-istilah jawa lainya. Hal ini
membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa (budaya Kejawen) cukup memberi warna
dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara indonesia.
Di sisi lain, ternyata budaya Kejawen
tidak hanya memberikan warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi juga
berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagamaan. Masyarakat Jawa
memiliki budaya Kejawen yang banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hidu dan
Budha terus tertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan
atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.
Masyarakat Jawa yang mayoritas
beragama Islam higga saat ini belum bisa meninggalkan budaya Kejawenya,
meskipun terkadang budaya Kejawen itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam
sekalipun. Memang ada beberapa budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus
dilakukan tanpa harus berlawanan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam
dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih
dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat
Jawa yang tidak mememiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih banyak menjaga
warisan leluhur mereka dan mengimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari,
walaupun bertentangan dengan ajaran agama Islam, fenomena ini terus berjalan
sampai sekarang. Gambaran masyarakat Jawa seperti inilah yang penting untuk
dikaji, sebagai umat beragama yang baik tentunya kita perlu memahami ajaran
Islam dengan memadai, sehingga ajaran agama ini dapat menadi acuan dalam
perilaku kita sehari-hari.
Masyarakat Jawa, terutama yang menganut budaya Kejawen mengenal banyak sekali orang
atau benda yang dianggap keramat, percaya kepada makhluk-makhluk halus, dan
dewa-dewa, hingga ritual atau tradisi yang sejalan dengan ajaran Islam dan
bertentangan dengan ajaran Islam, seperti halnya dengan tradisi yang bersifat
ritual maupun seremonial yaitu sekaten, grebeg, slametan, ruwatan, labuhan,
nyadran, sedekah bumi, ziarah, tirakat dll.
Islam yang memiliki ajaran yang
sempurna, komprehensip, dan dinamis, maka dapat dijelaskan bahwa masalah tradisi
dan budaya Jawa sangat terkait dengan ajaran-ajaran Islam, terutama dalam
bidang aqidah dan syariah. Untuk melihat apakah tradisi dan budaya yang sudah
mengakar di tengah-tengah masyarakat Jawa itu sesuai dengan ajaran islam atau
tidak, maka hal itu dapat dikaji dengan mendasarkan diri pada ajaran-ajaran
Islam yang terkait dengan aqidah dan syariah. Sebab tradisi dan budaya Jawa seperti
contoh diatas menyangkut masalah keyakinan, seperti keyakinan akan adanya
sesuatu yang dianggap ghoib dan memiliki kekuatan seperti Tuhan, dan juga
menyangkut masalah perilaku ritual, seperti melakukan persembahan dan berdoa
kepada Tuhan dengan berbagai cara, misalnya dengan sesaji atau dengan berdoa
melalui perantara bend-benda mati atau ruh-ruh.
Bagi kalangan masyarakat Jawa
yang santri (golongan Islam murni),
hampir tidak diragukan lagi bahwa yang mereka meyakini dan mengikuti budaya Kejawen
sesuai dengan ajaran-ajaran aqidah Islam. Mereka menyakini bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan mereka menyembah Allah dengan
cara yang benar. Sementara bagi kalangan
masyarakat Jawa abangan (golongan Islam
Kejawen), biasanya mereka menyakini dan mengikuti budaya Kejawen yang
bertentangan dengan ajaran aqidah Islam, tuhan yang diyakini bermacam-macam,
ada juga yang menyakini benda-benda tertentu yang memiliki kekuatan ghaib yang
dapat menentukan nasib manusia, menyakini ruh-ruh leluhur, dengan kepercayaan
animisme dan dinamisme, jelas sekali keyakinan tersebut bertentangan dengan
ajaran aqidah Islam yang mengharuskan menyakini Allah Yang Mahaesa. Tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dengan demikian, apa yang selama ini
dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan budaya Kejawennya khususnya masalah
ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Islam hendaknya ditinggalkan atau
diluruskan tata caranya sehingga tidak lagi bertentangan dengan ajaran Islam.
Sikap Islam yang akomodatif dalam
menerima unsur budaya lokal di Jawa telah mengantarkan umat Islam seagai
komunitas terbesar di Jawa. Sikap kontradiktif terhadap budaya lokal akan bertentangan
dengan watak geografis, iklim dan kesejukan udara Jawa yang lebih memberikan
peluang dan potensi besar terhadap terbentuknya sikap akomodatif. Islam di Jawa
akan tetap berkembang selama masih membawakan kesukan bagi kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat Jawa akan menjauh jika terjadi kekerasan dan
disharmoni. Dengan demikian sikap akomodatif dalam artinya yang positif menjadi
pra-syarat untuk memajukan Islam di Jawa.
Namun meskipun akomodatif, bukan
berarti semua nilai budaya lokal Jawa dapat diterima oleh Islam. Nilai-nilai
buadaya Kejawen yang jelas-jelas mengarah ke perbuatan syirik haruslah disikapi
dengan tegas dan dicarikan solusi yang tepat untuk menyandarkan keyakinan
masyarakat yang keliru tersebut. Sebab jika gagabah dalam menyikapi ritual yang
telah berlangsung sekian lama di Jawa ini, bukan tidak mungkin suatu saat nanti
Islam akan dijauhi oleh masyarakat Jawa.
Sedangakan nilai-nilai budaya
Kejawen yang telah berintegrasi dengan ajaran Islam dan sesuai dengan ajaran
Islam, seyoginya tetap dijaga dan dilestarikan sebagai sarana dakwah alam
masyarakat dan segai sarana untuk mengenalkan Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin.
Sumber:
izzahafadha.blogspot.com/2016/budaya-kejawen-dalam-perspektif-islam