Unknown
TASTE BITS RESTO BOJONEGORO

Tastee Bites Restaurant adalah Restaurant berkonsep fancy “mewah”  di Bojonegoro dengan desain retro klasik. Di buka pada tanggal 10 Oktober 2015, terletak di tengah kota Bojonegoro sehingga mudah di jangkau.
Tastee Bites Resto beralamat di Jl. Panglima Sudirman No. 151 Bojonegoro, buka setiap hari dari jam 11:00 – 22:00, khusus hari Sabtu buka dari jam 11:00 – 23:00.

Suasana yang nyaman membuat Tastee Bites cocok untuk acara-acara banquet; gathering, ulang tahun, meeting, arisan dan lain-lain. Tastee Bites juga melayani catering dan permintaan menu khusus.


Unknown
MASJID AL-BIRRU PERTIWI BOJONEGORO



Masjid Al Birru Pertiwi Bojonegoro (Al Birr) adalah sebuah Masjid berkubah emas yang beradi di Desa Dander, KecamatanDander, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Masjid Al Birru Pertiwi berada di pingir jalan raya Bojonegoro - Nganjuk (tepatnya 13 KM selatan Kota Bojonegoro) dan dibangun oleh keluarga besar Santosa, putra-putri dari Bapak Santosa Hardjosuwito dan Ibu Pertiwi.

Masjid ini dibangun sebagai wujud rasa syukur keluarga besar Santosa kepada Allah SWT serta persembahan bakti cinta kasih kepada orang tua mereka. Desa Dander, Bojonegoro adalah tempat kelahiran dan tempat leluhur seluruh putra putri Bapak Santosa Hardjosuwito dan Ibu Pertiwi. Oleh karena itu masjid ini dibangun di wilayah Desa DanderKecamatan DanderKabupaten Bojonegoro. Masjid mulai dibangun pada tanggal 24 Maret 2012 yang ditandai dengan peletakan batu pertama dan diresmikan pada tanggal 25 Januari 2014 oleh Bupati Bojonegoro, Drs.Suyoto, M.Si.

Unknown
BUDAYA KEJAWEN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(ANTARA KEPENTINGAN DAN TUNTUTAN INTEGRITAS)

Indonesia dengan keadaan sosial culturalnya menyebabkan Indonesia menjadi negara multi budaya, salah satunya budaya Jawa, tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia. Nama-nama jawa juga sangat akrab di telinga khalayak umum, begitu juga istilah-istilah jawa lainya. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa (budaya Kejawen) cukup memberi warna dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara indonesia.
Di sisi lain, ternyata budaya Kejawen tidak hanya memberikan warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagamaan. Masyarakat Jawa memiliki budaya Kejawen yang banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hidu dan Budha terus tertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.

Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam higga saat ini belum bisa meninggalkan budaya Kejawenya, meskipun terkadang budaya Kejawen itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam sekalipun. Memang ada beberapa budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dilakukan tanpa harus berlawanan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat Jawa yang tidak mememiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih banyak menjaga warisan leluhur mereka dan mengimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari, walaupun bertentangan dengan ajaran agama Islam, fenomena ini terus berjalan sampai sekarang. Gambaran masyarakat Jawa seperti inilah yang penting untuk dikaji, sebagai umat beragama yang baik tentunya kita perlu memahami ajaran Islam dengan memadai, sehingga ajaran agama ini dapat menadi acuan dalam perilaku kita sehari-hari.
Masyarakat Jawa, terutama yang menganut  budaya Kejawen mengenal banyak sekali orang atau benda yang dianggap keramat, percaya kepada makhluk-makhluk halus, dan dewa-dewa, hingga ritual atau tradisi yang sejalan dengan ajaran Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam, seperti halnya dengan tradisi yang bersifat ritual maupun seremonial yaitu sekaten, grebeg, slametan, ruwatan, labuhan, nyadran, sedekah bumi, ziarah, tirakat dll.

Islam yang memiliki ajaran yang sempurna, komprehensip, dan dinamis, maka dapat dijelaskan bahwa masalah tradisi dan budaya Jawa sangat terkait dengan ajaran-ajaran Islam, terutama dalam bidang aqidah dan syariah. Untuk melihat apakah tradisi dan budaya yang sudah mengakar di tengah-tengah masyarakat Jawa itu sesuai dengan ajaran islam atau tidak, maka hal itu dapat dikaji dengan mendasarkan diri pada ajaran-ajaran Islam yang terkait dengan aqidah dan syariah. Sebab tradisi dan budaya Jawa seperti contoh diatas menyangkut masalah keyakinan, seperti keyakinan akan adanya sesuatu yang dianggap ghoib dan memiliki kekuatan seperti Tuhan, dan juga menyangkut masalah perilaku ritual, seperti melakukan persembahan dan berdoa kepada Tuhan dengan berbagai cara, misalnya dengan sesaji atau dengan berdoa melalui perantara bend-benda mati atau ruh-ruh.
Bagi kalangan masyarakat Jawa yang santri (golongan Islam murni), hampir tidak diragukan lagi bahwa yang mereka meyakini dan mengikuti budaya Kejawen sesuai dengan ajaran-ajaran aqidah Islam. Mereka menyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan mereka menyembah Allah dengan cara  yang benar. Sementara bagi kalangan masyarakat Jawa abangan (golongan Islam Kejawen), biasanya mereka menyakini dan mengikuti budaya Kejawen yang bertentangan dengan ajaran aqidah Islam, tuhan yang diyakini bermacam-macam, ada juga yang menyakini benda-benda tertentu yang memiliki kekuatan ghaib yang dapat menentukan nasib manusia, menyakini ruh-ruh leluhur, dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, jelas sekali keyakinan tersebut bertentangan dengan ajaran aqidah Islam yang mengharuskan menyakini Allah Yang Mahaesa. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dengan demikian, apa yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan budaya Kejawennya khususnya masalah ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Islam hendaknya ditinggalkan atau diluruskan tata caranya sehingga tidak lagi bertentangan dengan ajaran Islam.

Sikap Islam yang akomodatif dalam menerima unsur budaya lokal di Jawa telah mengantarkan umat Islam seagai komunitas terbesar di Jawa. Sikap kontradiktif terhadap budaya lokal akan bertentangan dengan watak geografis, iklim dan kesejukan udara Jawa yang lebih memberikan peluang dan potensi besar terhadap terbentuknya sikap akomodatif. Islam di Jawa akan tetap berkembang selama masih membawakan kesukan bagi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Jawa akan menjauh jika terjadi kekerasan dan disharmoni. Dengan demikian sikap akomodatif dalam artinya yang positif menjadi pra-syarat untuk memajukan Islam di Jawa.
Namun meskipun akomodatif, bukan berarti semua nilai budaya lokal Jawa dapat diterima oleh Islam. Nilai-nilai buadaya Kejawen yang jelas-jelas mengarah ke perbuatan syirik haruslah disikapi dengan tegas dan dicarikan solusi yang tepat untuk menyandarkan keyakinan masyarakat yang keliru tersebut. Sebab jika gagabah dalam menyikapi ritual yang telah berlangsung sekian lama di Jawa ini, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Islam akan dijauhi oleh masyarakat Jawa.
Sedangakan nilai-nilai budaya Kejawen yang telah berintegrasi dengan ajaran Islam dan sesuai dengan ajaran Islam, seyoginya tetap dijaga dan dilestarikan sebagai sarana dakwah alam masyarakat dan segai sarana untuk mengenalkan Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin.


Sumber: izzahafadha.blogspot.com/2016/budaya-kejawen-dalam-perspektif-islam